Oleh : M. REDHA
HELMI
Sekretaris Umum KAMMI KEPRI
Setiap menjelang akhir tahun ajaran sekolah-sekolah mulai sibuk dengan aktivitasnya untuk melakukan berbagai persiapan menghadapi sebuah evaluasi nasional yang selama ini dikatakan sebagai raksasa yang menakutkan, karena jika tidak lulus dalam evaluasi ini maka usaha pendidikan yang ditempuh selama tiga tahun di bangku pendidikan akan menjadi sia-sia belaka. Ujian Try out mulai marak dilakukan baik dari sekolah maupun dari pemerintah mulai dari tingkat sekolah dasar sampai menengah atas. Setiap tahun standar kelulusan pendidikan semakin meningkat dari tahun sebelumnya, hal ini dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia terlepas tercapai tidaknya tujuan ini kia semua bisa menilai itu dengan melihat realita yang ada.
Tapi dalam tulisan singkat ini bukan itu
yang akan saya bahas, namun ada hal yang penting yang mesti kita ketahui
bersama yakni tentang proses kelulusan Ujian Nasional (UN). Selama ini
kita selalu berpikir dan mungkin menyalahkan pemerintah karena telah
menggunakan UN sebagai standar kelulusan nasional, tapi sebenarnya UN
bukanlah penentu tunggal kelulusan seorang siswa. Selama ini UN selalu
dijadikan kambing hitam oleh sekolah-sekolah yang gagal mengikuti UN
tersebut padahal kriteria penilain kelulusan seorang siswa tidak hanya dari UN saja tapi dari beberapa aspek yang diantaranya adalah, pertama, Ujian Sekolah. US merupakan salah satu penentu dalam kelulusan bagi siswa, tapi kenapa tidak pernah dipermasalahkan? Apakah benar siswanya sudah pasti lulus di US? Setiap sekolah tentunya tidak menginginkan siswanya tidak lulus dalam evaluasi akhir sehingga apapun akan dilakukan termasuklah membantu siswa dalam meluluskan ujian sekolah hal ini bisa saja terjadi.
Kedua,Kehadiran siswa dalam mengikuti pendidikan. Kehadiran siswa juga item penting dalam menentukan kelulusan siswa, karena bagaimana mungkin siswa bisa diluluskan jika dia jarang datang kesekolah atau sering bolos dari sekolahnya. Namun sekali lagi saya katakan kenapa hal ini tidak pernah dipermasalahkan? Apakan siswanya tidak pernah bolos atau jarang datang? Di zaman yang seperti ini bukannya psimis tapi melihat realita yang ada kita sering sekali menjumpai siswa yang berkeliaran ketika masih jam sekolah. Hal ini sebenarnya merupakan penilaian yang merupakan penentu kelulusan tapi penilaian ini jarang dilakukan karena sekolah beranggapan bahwa ini merupakan persoalan internal sekolah jadi tidak perlu disampaikan.
Ketiga,
Afektif (Tingkah laku siswa) dalam UU No. 20 tahun 2003 jelas sekali
bahwa pendidikan itu tidak hanya berdasarkan kemampuan IQ saja tapi SQ
juga masuk dalam tujuan pendidikan kita. Tingkah laku siswa merupakan
aspek yang termasuk dalam penilaian standar kelulusan pendidikan
nasional, namun ternyata bayak kita melihat siswa yang lulus itu
tingkah lakunya tidak mencerminkan tingkah laku yang diharapkan dalam UU
No.20 tahun 2003 tersebut yakni ”aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Realita yang kita lihat banyak siswa yang lulus adalah siswa yang dikategorikan siswa yang bandel atau sering bikin onar dan lain sebagainya. Apa yang saya katakan bukan hanya sebuah ungkapan tanpa bukti, saya pernah mendengar sendiri dari mulut tenaga pendidiknya bahwa siswa A tidak layak lulus karena sering bikin onar dll. Apa yang akan kita katakan lagi jika hal itu sudah terjadi?
Keempat,Ujian Nasional. UN sebagaimana kita ketahui merupakan standar kelulusan Nasional yang dibuat oleh pemerintah dan yang paling banyak mendapat kritikan dari berbagai kalangan. Ketika seseorang tidak lulus UN maka siswa tersebut akan dinyatakan gagal atau tidak lulus dalam Ujian Nasional sehingga mudah saja sekolah-sekolah yang ada menyalahkan pemerintah dengan mengkambing hitamkan UN, seolah-olah UN adalah penetu segalanya dan penyebab kegagalan pendidikan padahal sebagaimana saya katakan diatas bahwa kelulusan siswa tidak hanya dinilai dari hasil UN saja.
Keempat unsur yang saya sebutkan diatas merupakan unsur yang menjadi standar kelulusan bagi siswa. sebenarnya yang harus kita pahami adalah UN bukan penentu segalanya. Selama ini para siswa di sekolah telah memahami bahwa UN adalah segala-galanya sehingga ketika menghadapi UN mereka sudah merasa takut lebih dulu dan terjadilah rasa gugup ketika ujian membuat rasa tidak nyaman dan dibayangi rasa takut yang dalam. Padahal seharusnya rasa itu tidak dirasakan siswa jika tenaga pendidik bisa memberikan pemahaman kepada siswa tentang penilain Evaluasi kelulusan ini.
Selama ini sekolah selalu menunggu hasil UN yang merupakan penilain dari pemerintah pusat, jika UN dinyatakan lulus maka siswa itupun akan lulus meskipun sebenarnya dia tidak lulus ujian sekolah, tingkah lakunya tidak baik ataupun kehadirannya yang bermasalah. Karena tidak mungkin sekolah tidak meluluskan siswanya karena gagal ketika ujian sekolah, tidak akan ada sekolah yang tega tidak meluluskan anak didiknya, bahkan ada sekolah yang menghalalkan segalanya cara untuk meluluskan siswanya.
Hal
ini adalah gambaran realita pendidikan kita. Selama ini sekolah telah
membentuk pikiran kapada masyarakat bahwa UN penyebab segala-galanya
padahal bukan UN penyebab segala-galanya. Dalam hal ini saya bukan berarti
sepenuhnya mendukung UN tapi kita juga harus memahami usaha yang
dilakukan pemerintah dan saya juga melihat UN masih punya banyak kekurang, tapi kekurangan itu
tidak seharusnya dijadikan sebagai kambing hitam. Seharusnya sebagai
komponen pendidikan kekurangan yang ada pada sistem pendidikan kita
harus kita perbaiki bersama bukan malah saling menyalahkan. Sampai kapan
kita akan terus saling menyalahkan seperti ini, samapi tahun berapa
kita akan menyalahkan UN dan pemerintah? Bangsa lain sudah jauh
melangkah sementara
kita masih saja di tempat dan berselisih tentang UN. Marilah kita sama-sama mencari solusi untuk mengatasi masalah pendidikan kita dan kurangi sifat kita untuk mencari kesalahan yang lain. Wallahu’alam bisswab