Rabu, 28 Oktober 2020

UU Perlindungan Guru VS UU Perlindungan Anak

 


Pendidikan ialah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi.

Agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya demikian pengertian pendidikan menurut Prof.H. Mahmud Yunus.

Ketika kita bicara tentang pendidikan maka guru merupakan elemen yang sangat berpengaruh dalam kemajuan dunia pendidikan kita. Menurut Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Kemudian diperluas menjadi pendidik yang dibutuhkan secara dikotomis tentang pendidikan. Pada bab XI tentang pendidik dan tenaga kependidikan. Dijelaskan pada ayat 2 yakni pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Hasil motivasi berprestasi, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Peran Guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting karna merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektulitas saja melainkan juga dari tata cara berperilaku dalam masyarakat. Guru merupakan sosok teladan bagi para murid,layaknya pepatah mengatakan “Guru kencing Berdiri, murid kencing berlari” artinya prilaku guru sangat berpengaruh dalam mendidik anak. Sebagaimana manusia biasanya guru memiliki cara dan gaya tersendiri dalam melaksanakan tugasnya, ada yang lemah lembut, ada yang keras, ada yang lucu, ada yang killer. Begitupula dengan para peserta didik yang mereka didik, beraneka tingkah lakunya. Seorang pakar pendidikan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Thomas Armstrong mengungkapkan, ada delapan jenis kecerdasan anak menurut teori Multiple Intelligences atau kecerdasan multiple diantaranya kecerdasaran linguistic, logika matematis, interpersonal, intrapersonal, musical, kecerdasan spasial, kinestetik,  dan naturalis.

Begitulah kecerdasan yang dimiliki oleh anak-anak sehingga guru dituntut harus senantiasa kreatif dan inovatif. Didalam perjalanannya melaksanakan tugas tidak jarang kita temukan berbagai kasus yang menjerat para guru. Seperti kasus yang baru saja terjadi yakni seorang guru di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau dilaporkan oleh orangtua murid kepada pihak yang berwajib karena telah mencubit seorang murid yang tidak hafal asmaul husna. Ini adalah segelintir contoh kasus yang terjadi dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya. Sebagai tenaga pendidik, guru seringkali berada pada posisi yang dilematis, antara tuntutan profesi dan perlakukan masyarakat. guru dituntut untuk mampu menghantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan, namun ketika berupaya untuk menegakkan kedisplinan, guru dihadang oleh UU Perlindungan Anak dan ketika mereka gagal menegakkan kedisiplinan peserta didiknya dan gagal menghantarkan peserta didik pada pencapaian tujuan pendidikan, maka meraka akan dijadikan tumbal dan kambing hitam atas kegagalan tersebut.

Jika melihat apa yang termaktub dalam UU perlidungan anak secara yuridis melarang adanya tindakan kekerasan terhadap peserta didik, hal ini sangat baik karna memang anak-anak sangat rentan dan sering menjadi korban kekerasan, namun UU perlindungan anak sering dijadikan “alat” oleh sebagian orangtua murid yang tidak terima dengan pola pendidikan dari seorang guru padahal sebagai seorang pendidik, guru/dosen memiliki otoritas akademik di dalam kelas untuk menegakkan disiplin agar tercapai tujuan pembelajaran yang dilaksanakan.

Penulis menilai apa yang disampaikan oleh Prof Dr H Samsul Nizar MA,
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Pekanbaru dalam tulisannya yang bejudul Pentingnya UU Perlindungan Guru bahwa UU perlindungan anak pada pasal 80, 81, dan 82 perlu dilakukan uji materi (judicial review) karna belum tentu tindakan guru murni kesalahannya, akan tetapi akibat kesalahan yang dilakukan peserta didiknya.

Penulis melihat dengan adanya UU Perlindungan anak membuat guru menjadi tidak kreatif dan inovatif sebagaimana yang dituntut sehingga guru tidak lagi melaksanakan tugasnya sebagai pendidik melainkan hanya penyampai ilmu pengetahuan dan akhirnya anak hanya memiliki kelebihan secara kognitif namun rendah pada aspek moral. Kalau sudah seperti ini maka akan sulit mencapai cita-cita pendidikan kita.

Harapan penulis semoga kedepannya guru-guru di negeri ini bisa diperlakukan secara adil baik dari orangtua murid maupun pemerintah. Penulis sangat mendukung dengan adanya tindakan hukum terhadap oknum guru yang melakukan kekerasan terhadap anak, namun hendaknya sebagai orangtua murid kita juga harus objektif dengan melihat keadaan anak kita jika tidak maka penulis yakin generasi Indonesia mendatang akan tumbuh generasi yang cerdas kognisi tanpa diikuti dengan moral yang baik. 

M. Redha Helmi, S.Pd.I

https://terkininews.com/2016/05/21/UU-Perlindungan-Guru-VS-UU-Perlindungan-Anak.html

21 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELAJAR MEMBANGUN KEMAMPUAN MECINTAI

  Cinta adalah gagasan tentang bagaimana membahagiakan dan menumbuhkan orang lain. Selanjutnya adalah kemauan baik yang menjembatani gagas...